Kamis, 06 Januari 2011

CORAT CORET MAHASISWA DI WARUNG BURJO

Apa kabar dosenku…..? Yang sedang duduk di belakang meja dengan segelas kopi di pagi hari, nikmaaatttttt…..!!!! Mencorat-coret di tumpukkan kertas, tawa-tiwi dengan segenggam hape. Ahhhhh…indahnya pemandangan itu bagi kami.
Di balik blazer, kemeja yang rapi, dan laptop mulus yang kau pakai, ada ribuan kegelisahan muridmu lho. Yang setiap hari lupa sarapan (yahh…mungkin gak pernah ada duit) berlari-lari di belantara hutan beton dan parade knalpot di setiap paginya. Bukan matahari cerah yang kami khidmati, tak lagi kami rasakan sejuknya cuaca subuh. Semua hanya ketergesaan hidup manusia yang nyalang diterpa materi.
Pernahkah kau merasakan itu, dosen? Aku yakin pernah, karena kau pun dulu seperti kami. Lembur setiap hari dengan membunuh rasa kantuk demi tujuh hingga sepuluh lembar kertas paper, dan esok masih harus berjingkat menghadapi sekumpulan kalimat ilmiah. Ahhh…kuralat pertanyaanku saja. Bukan pernah, tetapi masihkah kau mampu merasakan itu? Bahkan di tengah happy hour internet, hape yang ditenteng setiap hari, komputer yang murah, dan wi-fi gratis, beban kami pun makin berat. Alamak jang, kurikulum makin sadis! Resah pun tiada berkurang jua.
Apa yang aku dapatkan dari setiap tutur katamu? Selain hanya siaran Dunia Dalam Berita. Tanpa masuk kuliah pun aku masih bisa eksis, dan dengan bangganya aku mengakui bahwa diriku cum laude!!! Masih ada bisik-bisik di telingaku setiap harinya, di tengah deru mesin dan klakson: " Kuliah kita cukup bermodal satu ekskemplar koran KOMPAS setiap harinya untuk bisa mencapai nilai cum laude." Apa iya memang begitu sikonnya? Kalau betul? Duit kami buat apa dong?
Di balik teori yang samar-samar itu, apa yang hendak aku sampaikan pada kami. Pentingkah? Atau hanya untuk sekedar formalitas mengisi sela waktu kosongmu? Karena pada dasarnya yang kau ucapkan jua hanya salinan tumpukan buku-buku perpus. Lima belas menit aku berdiskusi di perpus, sama ampuhnya dengan sembilan puluh menit pertemuan kita.
Kubaca ini dan itu, kutulis ini dan itu, lalu kuucapkan ini dan itu. Tapi semuanya seperti tumpukkan jerami di kandang kuda. Hari ini kutumpuk, esok kutumpuk lagi dengan jerami yang baru. Gak ada substansinya, itu bahasa kerennya kan?! Aku membaca buku seakan candu. Tapi yang sering ada sih, fotokopi buku doang nih, biar hati ayem. Perkara itu buku dibaca atau nggak, urusan belakang. yang penting IP naik teruuuuuusssssssssssssss……..kayak tarif listrik, air dan BBM hehehehe!!!
Kulihat senyum teman-temanku, dosen. Ketika mata mereka berbinar melihat serentetan nilai "A" di secarik kertas tipis (dengan huruf ketikan yang jadul punya). Tawa yang renyah ketika tubuh ini dibalut toga, plus menggenggam secarik kertas (lagi). Tapi sehabis itu…???? Tetap saja ada resah tersembunyi di balik mata yang berbinar dan tawa renyah itu. Esok badan ini harus bertempur lagi. Tak peduli peluh mengucur, dan kelopak mata sudah sehitam oli serta sorot yang redup. Ada jiwa yang meringkuk pasrah di lantai, dirayapi hawa dingin yang menusuk, sekian bulan, sebelum di balut toga. Dalam sepersekian detik  perasaan kalut itu hilang, dan rasa sakit berganti rasa bahagia. Tapi dalam sepersekian detik itu pula, tubuh ini terasa dicabik-cabik oleh kenyataan hidup.
Apa kabar dosen, semoga kau tak lupakan kami, muridmu. Yang datang di tempatmu dengan segenggam mimpi, ketika dulu pertama kali. Kami bukan uji coba materi penelitianmu, dan setiap dari kami memiliki impian dan keunikan masing-masing. Tuhan memang tidak pernah menciptakan manusia sama secara identik. Tapi kami, sekumpulan anak manusia yang kau ajar setiap harinya, punya keresahan yang sama tentang hidup, dan harapan yang sama tentang hidup. Kelak esok setelah kami lulus dan tubuh berbalut toga, semoga hari itu langit bersinar cerah, dan esoknya jua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar