Kamis, 13 Januari 2011

GONDOLAYU 2007

Kurebahkan diriku di bangku panjang warnet, rehat sejenak sambil mata memejam. Seminggu hujan sudah, deras dan lama. Ada hawa dingin yang membius dalam kesepian, air yang menari di bumi menyapu debu-debu dan meredam deru knalpot. Masih aku berusaha mengurangi letihku, meski sejenak. Tapi tak pernah cukup kiranya tuk mendapatkan perasaan nyaman dalam rehat.
Kulihat keluar, parade masih berjalan. Warna-warni kendaraan dan bermacam bentuk manusia silih berganti. Ada yang tergesa seakan hidupnya esok tiada lagi, ada yang berjalan pelan tapi juga terlihat tak menikmati hidup ini. Hanya di sana, di sebuah angkringan remang-remang, suasana terasa begitu akrab dan syahdu.
Masih kupejam mataku, lalu segera aku bangkit dan mengetik. Jemari menari-nari di keyboard. Tik…tik….tak..tik…tak…tak….tak…. Hebat!!! Pekikku dalam hati. Serasa ruh Mozart merasuk dalam diri, dan mengetik pun bagai memainkan sebuah simfoni. Ini panggungku, dalam sebuah bilik 1×1 meter persegi. Sempit memang, tapi terasa lega untuk bernafas, daripada di luar sana……
Kubuka beberapa comment dan message di friendsterku. Hummm…..rata-rata membuatku tersenyum simpul. Dari tawaran pertemanan hingga masuk Panti Jomblo. Hahaha….separah itukah aku? Enam..atau…delapan bulan menjomblo. Yap..yap….sepi….dan kunikmati adanya. Stidaknya untuk saat ini, karena aku terlalu sibuk dengan hidupku. Tak berdaya membagi sedikit waktu untuk seseorang (ah gombalnya!!!!).
Kemudian akau beranjak dari dudukku. Membayar di kasir, dan dengan segera pergi dengan motor yang menderu (dipaksa haha). Lampu kota sepertinya teronggok bisu di tengah gerimis, nyalanya tak mampu membuat meriah suasana jalan malam ini yang bernafas pelan. Sudah tak ada parade kehidupan, pertunjukkan hidup menutup panggungnya satu persatu.
Kuberhenti di depan sebuah gang sempit, dekat Kalicode. Pelan aku memasukinya. Gang ini seperti portal dua dunia, antara kehidupan yang hingar bingar di seberang jalan sana dengan perumahan kumuh di depan mataku. Lalu lalang mobil-mobil dan tubuh semampai warna-warni dengan nyamuk yang bersliweran serta tubuh-tubuh lusuh nan terseok dalam hidup. Gang ini menurun, belok kanan, kiri sedikit, dan sampailah aku di rumah singgah. Rumah Singgah, tempat anak jalanan melupakan sejenak hidupnya yang berat. Tapi aku juga anak jalanan, kamu, kita semua. Anak jalanan kehidupan, yang setiap harinya mengamen di persimpangan jalan pikiran manusia.
Aku duduk di dekat kali, pada sebuah batu kecil yang bisu. Tak ada suara katak bercengkerama, meski di tengah gerimis. hanya ada suara air, dan gemerisik daun-daun dihuyung angin. Di atas sana, ada jembatan Gondolayu dengan lampunya yang terasa meriah terlihat dari bawah sini yang redup. Cahaya lampu berpendar keemasan, bak mentari surgawi di ufuk timur. Air, daun, sang bayu, lampu keemasan, dan aku. Kupejamkan mataku, dan kurebahkan tubuhku, terlelap hingga esok pagi.

(Jogja, 20 April 2007)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar